Pengalaman Bumi dalam Ruang Angkasa (3)

....Sambungan

Tanggal 17 Nopember 1967, dengan judul “Gagasan-gagasan Kedua” surat kabar Die Zeit mengatakan: “Bertahun-tahun orang Rusia menertawakan orang Barat seperti yang sakit jiwa mengenai piring terbang. Belum lama berselang Pravda memuat sangkalan resmi, bahwa kendaraan-kendaraan langit yang ganjil itu pernah ada. Sekarang Jenderal Angkatan Udara Anatolyi Stolyakov telah ditunjuk sebagai direktur dari suatu komite yang tugasnya meneliti laporan-laporan mengenai UFO. Berhubungan dengan ini, surat kabar London Times, menulis: “Apakah UFO itu hasil dari pengkhayalan bersama, ataukah berasal dari para pengunjung dari planet Venus, atau harus diartikan sebagai wahyu ketuhanan; harus ada penjelasan, sebab andai kata UFO itu tak ada,orang-orang Rusia tentu tidak akan membentuk komite Pencari Keterangan”.

Kejadian yang paling menggemparkan dan paling membingungkan sehubungan dengan phenomena tentang benda dari alam semesta, terjadi pada pukul 7.17 pagi tanggal 30 Juli 1908, di Taiga, Siberia. Sebuah bola api bagaikan ditembakkan melintasi cakrawala dan menghilang di padang rumput. Para penumpang kereta api Transs-Siberia melihat benda yang menyala-nyala bergerak dari Selatan ke Utara. Suatu halilintar yang diikuti dengan ledakan menggoncang kereta api. Kebanyakan stasiun seismograph di dunia mencatat ledakan ini sebagai getaran bumi yang cukup kuat.

Di Irkutsk, 550 mil dari pusat gempa jarum seismograph tetap bergetar hampir selama satu jam. Suara ledakannya terdengar sampai sejauh radius 612 mil. Ratusan rusa kutub telah mati terbunuh oleh ledakan itu. Suku-suku pengembara banyak yang terpental ke udara bersama tenda-tendanya.

Sebelum tahun 1912, Profesor Kulik mulai mengumpulkan laporan-laporan dari para saksi mata. Akhirnya ia berhasil pula mengumpulkan uang untuk mengadakan ekspedisi ilmiah ke daerah Taiga yang jarang penduduknya ini. Ketika ekspedisi itu sampai di daerah berbatu-batu Tunguska, mereka yakin benar bahwa mereka akan menemukan kawah raksasa yang disebabkan oleh batu meteor. Tetapi keyakinan mereka itu ternyata salah. Mereka melihat pohon-pohon yang patah bagian atasnya sampai sejauh 37 mil dari pusat ledakan. Semakin dekat mereka ke titik kritis, tanahnya semakin tandus. Pohon-pohon di sana tampak seperti tiang-tiang telegraph tanpa apa-apa. Di sekitar pusatnya bahkan pohon-pohon terbesar pun telah patah dan terlempar ke luar daerah lingkungan itu.

Akhirnya mereka menemukan bekas-bekas kebakaran hebat. Semakin jauh ke Utara ekspedisi itu semakin yakin bahwa di sana telah terjadi ledakan dahsyat. Ketika mereka melewati lubang-lubang dari berbagai ukuran di atas tanah yang berpaya-paya, mereka menduga bahwa lubang itu disebabkan oleh benturan batu-batu meteor. Mereka menggali dan membor tanah yang berpaya-paya itu, tetapi mereka tidak menentukan sedikit pun sisa-sisa dari sepotong besi atau sepotong nekel, atau sebongkah batu.

Dua tahun kemudian pencarian diteruskan lagi dengan menggunakan bor-bor yang lebih besar dan alat-alat teknik yang lebih baik. Mereka membor sampai sedalam 118 kaki, tetapi tetap tidak menemukan bekas meteor atau batu-batu serupa.

Pada tahun 1961 dan 1963, Akademi Ilmu Pengetahuan Uni Sovyet mengirim dua ekspedisi lagi ke Tunguska. Ekspedisi tahun 1963 dipimpin oleh akhli geofisika-Solotov. Kelompok para sarjana yang diperlengkapi dengan alat-alat teknik paling modern ini, sampai kepada kesimpulan bahwa ledakan di Tunguska Siberia itu pasti merupakan ledakan nuklir. Jenis ledakan dapat ditentukan jika beberapa urutan besarnya kekuatan yang menyebabkan ledakan itu diketahui. Satu di antara urutan besarnya kekuatan ledakan Tunguska itu diketahui dari besarnya energi radiasi yang dipancarkan.

Di Talga ekspedisi itu menemukan beberapa pohon, 11 mil jauhnya dari pusat ledakan. Pohon pohon itu telah terkena radiasi lalu terbakar pada saat terjadinya ledakan itu. Pohon hidup hanya dapat terbakar apabila banyaknya panas yang diradiasikan tiap cm2 mencapai 70 sampai 100 kalori. Dan memang kilatan ledakan itu demikian terangnya, sehingga sampai sejauh 124 mil dari pusat gempa, cahayanya masih memantulkan bayangan kedua.

Dari data ini para sarjana memperhitungkan besarnya energi yang diradiasikan oleh ledakan itu sekitar 2,8 x 1028 erg. (erg “banyaknya tenaga kerja”). Seekor kumbang yang beratnya satu gram, akan harus mengeluarkan tenaga kerja satu erg untuk memanjat dinding setinggi satu cm. Ekspedisi itu menemukan cabang dan ranting pohon yang sudah jadi arang sampai setinggi sebelas mil. Dari fakta ini mereka berkesimpulan bahwa di tempat itu telah terjadi pemanasan yang amat tinggi dan mendadak. Ini adalah akibat dari suatu ledakan, bukan suatu kebakaran hutan. Pohon yang jadi arang ini hanya ditemukan di tempat mana tidak terdapat bayangan yang menghalangi difusi kilatan cahaya. Jelas dan pasti bahwa di sana pernah terjadi suatu radiasi. Keseluruhan dari efek ini, memerlukan tenaga 10 pangkat 28 erg. untuk dapat menimbulkan kehancuran yang amat luas itu.

Energi sebesar ini, sama kuatnya dengan kekuatan perusak dari bom atom seberat 10 megaton atau 100.000.000.000.000.000.000.000 erg.

Penyelidikan-penyelidikan berikutnya memastikan bahwa di tempat itu pernah terjadi ledakan nuklir. Kepastian itu menghapus keterangan-keterangan yang berbau dongeng seperti tubrukan komet atau batu meteor yang jatuh ke bumi.

Bagaimana bunyi keterangan mengenai ini di tahun 1908? Surat kabar di Leningrad Svesda, terbitan bulan Maret 1964, mengemukakan suatu teori bahwa makhluk cerdas dari sebuah planet dalam konstelasi Cygnus telah mencoba untuk mendapat kontak dengan bumi kita. Para penulis Genrich Altov dan Valentina Shuraleva mengatakan bahwa tubrukan di Taiga, Siberia itu merupakan jawaban terhadap ledakan yang disebabkan oleh meletusnya gunung Krakatau di Samudra Indonesia dalam tahun 1883; di mana letusan itu telah memancarkan gelombang-gelombang radio alam semesta. Makhluk bintang yang jauh dari bumi itu keliru, mereka mengira bahwa gelombang-gelombang itu berasal dari ruang angkasa. Karena itu, mereka mengarahkan sinar laser ke bumi. Sinar laser itu terlalu kuat, sehingga ketika sinar laser itu menyentuh atmosfir dunia jauh di atas Siberia, sinar itu berubah ujud menjadi benda padat.

Sepertinya kita tak dapat menerima keterangan demikian, karena terlalu jauh jangkauannya sehingga sukar masuk di benak kita. Kita juga tidak dapat menerima teori yang mencari keterangannya dalam tubrukan anti zat. Sekalipun saya percaya bahwa jauh di alam kosmos mungkin ada unsur-unsur yang di sebut anti zat, namun di Tunguska tidak mungkin akan terdapat bekas-bekasnya, apalagi sisa-sisanya; karena apabila anti zat itu beradu dengan zat padat, kedua zat itu akan terurai dan lenyap kedua-duanya. Selain dari itu, kemungkinan bagi anti zat untuk mencapai bumi tanpa bertubrukan dengan zat lain di tengah perjalanan, sangat kecil.

Beberapa orang lebih suka menyokong pendapat yang menduga bahwa ledakan nuklir itu disebabkan oleh meledaknya persediaan tenaga nuklir dari kapal ruang angkasa yang tak di kenal. Fantastis? Ya, memang! Tetapi apakah ini harus berarti, bahwa hal itu tidak mungkin? Tidak sedikit terdapat buku mengenai batu meteor Tunguska itu.

Ada fakta lain yang ingin ditekankan. Radioaktif di sekitar pusat ledakan di Taiga itu intensitasnya atau kekuatannya dua kali kekuatan di tempat lain. Sekarang pun demikian keadaannya. Penelitian cermat pada pohon-pohon dan gelang tahunannya, menunjukkan bahwa sejak tahun 1908 radioaktif itu meningkat.

Sebelum ada bukti ilmiah yang pasti tepat dan meninggalkan tentang kejadian itu tak seorang pun berhak mengeluarkan keterangan keterangan tanpa alasan yang kuat untuk dapat dipercaya. Pengetahuan kita tentang planet-planet dalam tata surya kita, agak lengkap kiranya. Mars adalah satu-satunya planet di mana diduga mungkin terdapat “kehidupan” dalam arti kata menurut pengertian kita. Itupun dalam jumlah yang amat terbatas.

Manusia telah menentukan batas-batas secara teoritis terhadap kehidupan dalam arti seperti di atas. Batas lni disebut ecosphere. Dalam tata surya kita, hanya Venus, Bumi dan Mars yang ada dalam batas-batas ekosfir. Walaupun demikian, kita hendaknya tidak lupa bahwa penentuan ecosphere itu didasarkan kepada gambaran kita tentang kehidupan; dan bahwa kehidupan yang belum kita kenal, sama sekali tidak perlu terikat kepada dasar pikiran kita.

Mariner II telah sampai pada jarak 21.000 mil dari Venus.Menurut informasi yang dipancarkan dari Mariner II itu, Venus dapat dicoret dari daf tar planet-planet di mana mungkin ada kehidupan. Mariner II itu melaporkan pula bahwa suhu permukaan Venus, siang maupun malam panasnya 420 C. Suhu demikian itu, berarti di sana tidak ada air, melainkan hanya ada kolam-kolam berisi logam cair, Maka punahlah anggapan orang, bahwa Venus itu saudara kembar bumi, sekalipun persenyawaan hidrogen karbon yang ada dapat digunakan sebagai tempat pembiakan bagi segala jenis bakteri.

Belum lama berselang, para sarjana menyatakan bahwa kehidupan di planet Mars tidaklah mungkin ada. Pada suatu hari belakangan ini, pernyataan itu berubah menjadi “hanya sedikit kemungkinannya”.Setelah Mariner IV berhasil mengadakan pengintaian di atas mars, sekalipun agak segan, kita harus mengetahui bahwa kemungkinan adanya kehidupan di mars bukanlah mustahil Bahkan sangat mungkin pula, bahwa tetangga kita Mars itu pernah mempunyai kebudayaan sendiri jutaan tahun yang lalu, tetapi tak pernah ada yang diceriterakannya.

Bagaimanapun juga bulan Mars yang disebut Phobos perlu mendapat perhatian khusus. Mars mempunyai dua buah bulan yakni “phobos” dan “deimos”. Kedua nama itu adalah dari bahasa Yunani yang dalam bahasa Indonesia berarti: “ketakutan” dan “teror”. Kedua bulan itu sudah dikenal orang jauh sebelum seorang astronom Amerika yang bernama Asoph Hall menemukannya dalam tahun 1877.

Jauh sebelumnya, sekitar tahun 1610, Johannes Kepler menduga, bahwa Mars diikuti oleh dua buah satelit alamiah. Schyrl, seorang biarawan Capucine mengaku telah melihat bulan Mars itu beberapa tahun sebelumnya. Namun mungkin ia keliru melihat, karena bulan Mars yang kecil-kecil itu tak mungkin dapat dilihat dengan alat-alat optik pada zamannya. Kedua bulan itu dilukiskan dengan indah sekali oleh Jonathan Swift dalam bukunya berjudul Perjalanan ke Laputa dan Jepang. Buku ini merupakan jilid ke III dari perjalanan Guliver Jonathan. Swift tidak hanya melukiskan kedua bulan Mars itu melainkan juga memberikan ukuran-ukuran serta orbitnya. Di bawah ini adalah kutipan dari bab 3 nya:

“Para astronom Laputan melewatkan sebagian besar dari masa hidupnya untuk mengamati benda-benda langit, yang dilakukannya dengan menggunakan teropong-teropong yang jauh lebih baik dari pada teropong kita. Sekalipun teleskop mereka yang terbesar tak ada yang lebih dari tiga kaki, tetapi teropong mereka itu mempunyai daya membesarkan lebih tinggi dari teropong kita yang panjangnya seratus yard; dan dengan sendirinya, bintang-bintang dapat mereka lihat lebih jelas. Hal-hal yang menguntungkan ini, memungkinkan mereka untuk memperluas penemuan-penemuan mereka lebih jauh dari pada para astronom Eropa. Ini terbukti dari daftar bintang-bintang yang mereka buat. Daftarnya membuat sepuluh ribu bintang tetap, sedang daftar terluas di Eropa hanya meliputi tidak lebih dari sepertiganya. Besar kemungkinannya bahwa mereka telah menemukan bintang-bintang yang lebih kecil, atau satelit-satelit yang beredar mengitari mars. Di antaranya tiga buah yang beredar pada lingkaran dalam dan lima buah pada lingkaran luar. Yang ada pada lingkaran dalam berputar pada sumbunya dalam 10 jam, sedangkan yang ada dalam lingkaran luar berputar pada sumbunya dalam 21 l/2 jam; sehingga kwadrat dari waktu perputarannya dalam perbandingan yang sama mendekati pangkat tiga dari jarak antara satelit-satelit itu dengan titik tengah dari mars; yang membuktikan bahwa satelit-satelit itu diatur oleh hukum gravitasi yang sama, yang mengatur benda-benda langit lainnya”.

Bagaimana Swift dapat menceriterakan satelit-satelit mars, padahal benda-benda langit baru ditemukan 150 tahun kemudian?. Tak dapat disangsikan bahwa sebelum Swift, satelit-satelit itu telah diduga oleh beberapa astronom. Tetapi duga-dugaan biasanya tidak sampai mendekati data yang tepat. Kita tidak mengetahui dari mana Swift mendapat pengetahuannya itu.

Satelit-satelit itu sebenarnya merupakan bulan-bulan terkecil dan terganjil dari tata surya kita. Satelit-satelit itu beredar hampir berbentuk lingkaran bundar di atas ekuator Mars. Jika satelit-satelit itu dapat memantulkan cahaya yang sama banyaknya dengan cahaya yang dipantulkan oleh bulan kita, maka Phobos harus bergaris tengah sepuluh mil dan Deimos 5 mil. Tetapi jika satelit-satelit itu merupakan bulan buatan, dan memantulkan lebih banyak lagi cahaya, maka diameternya akan lebih kecil lagi. Satelit satelit itu merupakan bulan-bulan yang dikenal dalam tata surya kita, yang waktu beredarnya mengelilingi planet induknya paling pendek dibanding dengan waktu perputaran pada sumbunya. Dibanding dengan perputaran Mars pada sumbunya Phobos dapat beredar mengelilingi Mars dua kali dalam satu hari Mars, sedang Deimos hanya lebih cepat sedikit dari pada perputarannya sendiri pada sumbunya.

Ketika posisi bumi terhadapMars sangat baik dalam tahun 1862, orang dengan susah payah mencari satelit-satelit mars itu, dan baru berhasil 15 tahun kemudian. Teori tentang planetoid, timbul karena beberapa astronom menduga bahwa bulan-bulan mars itu merupakan pecahan-pecahan benda langit yang ditarik oleh Mars. Tetapi teori itu tak mampu menerangkan mengapa satelit itu kedua-duanya dapat berputar pada sumbunya, pada bidang ekuator yang sama. Kalau hanya satu yang berputar, dapat dikatakan karena kebetulan. Tetapi kalau dua-duanya berputar, itu bukan karena kebetulan. Karena itu akhirnya timbul teori modern tentang satelit.

Seorang astronom Amerika kenamaan Carl Sagan, dalam bukunya berjudul “Kehidupan Intelegensi dalam Alam Semesta” yang diterbitkan pada tahun 1966 menduga bahwa Phobos merupakan satelit buatan. Setelah mengadakan pengukuran dan perhitungan-perhitungan, Sagan sampai pada kesimpulan bahwa di dalam phobos itu pasti kosong. Bulan kosong tidak mungkin alamiah, melainkan buatan. Dalam kenyataannya, memang kejanggalan-kejanggalan orbit phobos sama sekali tidak sebanding dengan masanya. Orbit demikian lebih sesuai dengan orbit benda kosong. Shklovskii, Direktur Departemen Astronom Radio dari Institut Astrologi Sternberg di Moskow membuat pernyataan serupa, setelah ia melihat bahwa dalam gerak phobos dapat dipastikan ada percepatan yang luar biasa. Percepatan ini identik dengan percepatan yang telah kita lakukan terhadap gerak dari satelit-satelit buatan kita sendiri.

Sekarang orang memperhatikan teori Sagan dan Shklovski yang fantastis ini dengan serius. Sekarang sedang direncanakan untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap planet Mars dan sekaligus juga untuk menentukan posisi bulan-bulannya.

Orang Rusia sudah beberapa tahun terlebih dahulu mengamati bulan-bulan Mars dari berbagai ovservatorium. Jika anggapan yang diperkuat pula oleh para akhli Timur dan Barat bahwa di planet Mars pernah ada peradaban yang telah maju itu benar, maka akan timbul pertanyaan; mengapa peradaban itu sekarang tidak ada? Apakah para intelegensia dari mars itu harus mencari lingkungan lain? Apakah mereka itu terpaksa mencari tempat tinggal lain karena oksigen tempat tinggal mereka semakin lama semakin habis? Apakah hancurnya peradaban mereka karena di landa malapetaka kosmis? Dan pertanyaan terakhir; Apakah ada beberapa orang di antara penduduknya selamat, lalu mengungsi ke Planet lain yang berdekatan?

Imanuel Nelikovsky dalarn bukunya berjudul “Dunia-dunia bertubrukan” yang diterbitkan tahun 1950, dan yang banyak diperbincangkan dalam kalangan para ilmiawan menerangkan, bahwa sebuah komet raksasa telah menabrak planet mars. Dari tabrakan ini terjadilah planet Venus sebagai pecahan Mars yang terpental. Teorinya ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa permukaan Venus mempunyai suhu yang begitu tinggi, berawan yang mengandung persenyawaan hidrokarbon, dan berotasi tidak teratur.

Evaluasi data yang diterima dari Mariner II memperkuat teori Nelikovsky ini. Venus adalah satu-satunya planet yang arah perputaran pada sumbunya terbalik, yakni tidak searah dengan perputaran dari planet-planet; Merkurius, Bumi, Mars Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus pada sumbunya masing masing.

Tetapi kalau malapetaka kosmos merupakan alasan yang paling mungkin dari hancurnya peradaban di planet Mars, maka hal ini akan merupakan bahan bagi teori kita; bahwa bumi kita ini di zaman purba pernah menerima kunjungan dari ruang angkasa. Maka tesis yang mengatakan bahwa sekelompok raksasa dari Mars barangkali lari ke Bumi untuk menemukan kebudayaan baru dari homosapiens dengan jalan mengembangbiakkan makhluk-makhluk setengah intelegensia yang hidup di bumi, menjadi kemungkinan yang spekulatif.

Oleh karena daya gravitasi di bumi maka dapat diperkirakan bahwa tubuh orang-orang Mars akan lebih besar dan lebih berat daripada orang-orang bumi. Kalau saja ada sesuatu dalam argumentasi ini yang memperkuat bahwa pernah ada raksasa yang datang dari bintang-bintang; yang mampu memindahkan batu besar, dan yang mengajar orang orang di bumi tentang seni yang belum dikenalnya, dan yang akhirnya punah; maka tak pernah kita ketahui sedikitpun tentang hal itu, seperti halnya sekarang tentang banyak hal.

Masalah orang dan intelegensia yang tak di kenal ini akan tetap mau jadi acara dalam penelitian, sampai setiap teka teki yang seharusnya dapat dipecahkan itu terjawab semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UFO Photo Archive

Guestbook (Buku Tamu) :